Minggu, 26 April 2020

Keteraturan Sosial dan Konflik Sosial

Guru Madrasah
Kehidupan sosial selalu diwarnai oleh dua kecenderungan yang saling bertolak belakang. Di satu sisi
manusia berinteraksi untuk saling bekerja sama, menghargai, menghormati, hidup rukun, dan bergotong royong. Di sisi lain manusia berinteraksi dalam bentuk pertikaian, peperangan, tidak adanya rasa saling memiliki, dan lain-lain. Interaksi sosial mempunyai dua bentuk, yakni interaksi sosial yang mengarah pada bentuk penyatuan (asosiatif) dan yang mengarah pada bentuk pemisahan (disosiatif).

A. Proses Asosiatif dan Keteraturan Sosial
Setiap masyarakat menginginkan terciptanya keadaan yang teratur dan tertib. Keteraturan dan ketertiban itu dapat tercapai bila seluruh anggota masyarakat tunduk pada nilai dan norma yang berlaku. Ciri-ciri tertib sosial sebagai berikut.
  1. Terdapat suatu sistem nilai dan norma yang jelas.
  2. Individu atau kelompok memahami serta mengetahui normanorma sosial dan nilai-nilai yang berlaku.
  3. Individu atau kelompok menyesuaikan tindakannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku.

Sistem nilai atau tatanan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat diakui dan dipatuhi oleh masyarakat, maka disebut dengan tatanan sosial (sosial order). Sedangkan kondisi keteraturan sosial
yang tetap dan berlangsung terus-menerus disebut keajegan.
Kehidupan sosial selalu diwarnai oleh dua kecenderungan yang saling bertolak belakang Keteraturan Sosial dan Konflik Sosial
Bentuk-bentuk keteraturan sosial itu bisa berwujud kerja sama, akomodasi, dan asimilasi.

1. Kerja Sama (Cooperation)
Sebagian besar bentuk interaksi sosial merupakan kerja sama. Ada beberapa bentuk interaksi yang berupa kerja sama, yakni bargaining, cooptation, coalition, dan joint venture. Soerjono Soekanto (1989) menjelaskan pengertian setiap bentuk kerja sama itu sebagai berikut.
  • Bargaining adalah pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang atau
  • jasa antara dua organisasi atau lebih.
  • Cooptation yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
  • Coalition adalah kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Coalition dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut mungkin mempunyai struktur yang berbeda satu sama lain.
  • Joint venture yaitu kerja sama dengan pengusaha proyek tertentu untuk menghasilkan keuntungan yang akan dibagi menurut proporsi tertentu.
2. Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi digunakan untuk menyebut suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok, guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Ada dua pengertian akomodasi.
  • Pertama, akomodasi sebagai keadaan, yaitu suatu kenyataan adanya keseimbangan dalam berinteraksi yang dilandasi dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial bersama. 
  • Kedua, akomodasi sebagai proses, yaitu usahausaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan dalam rangka mencapai keseimbangan (kestabilan).

Para sosiolog telah merumuskan sembilan bentuk akomodasi, yaitu coercion, arbitrage, compromise, mediation, conciliation, tolerance, stalemate, dan adjudication

3. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi menunjuk pada proses sosial yang ditandai adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara beberapa orang atau kelompok serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi tercapainya tujuan bersama.

Dapat pula dikatakan, asimilasi berupa bercampurnya kebudayaan luar dengan kebudayaan lokal sehingga memunculkan kebudayaan baru. Contoh asimilasi antardua kelompok masyarakat adalah upaya untuk membaurkan etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi.
Faktor Pendukung AsimilasiFaktor Penghambat Asimilasi
  1. Adanya toleransi antarkebudayaan yang berbeda.
  2. Adanya kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi.
  3. Adanya sikap menghargai terhadap orang asing dan kebudayaannya.
  4. Adanya sikap terbuka dari golongan yang berkuasa.
  5. Adanya kesamaan-kesamaan dalam unsur kebudayaan kedua belah pihak.
  6. Terjadinya perkawinan campur.
  7. Adanya musuh bersama dari luar.
  1. Letak geografis yang terisolasi (tertutup).
  2. Rendahnya pengetahuan tentang kebudayaan yang lain.
  3. Adanya ketakutan yang berlebihan terhadap kebudayaan yang lain.
  4. Adanya sikap superior yang menilai tinggi kebudayaan sendiri.
  5. Adanya perbedaan ciri-ciri ras yang mencolok.
  6. Adanya perasaan in-group yang kuat.
  7. Adanya perbedaan kepentingan
B. Proses Disosiatif dan Konflik Sosial
Interaksi sosial yang berbentuk kompetisi (persaingan) dan pertentangan bisa dikatakan sebagai aspek dinamis dari masyarakat. Bentuk-bentuk interaksi yang tergolong dalam proses disosiatif ini memang mengarah pada konflik sosial. Namun, konflik sosial tidak selalu berarti jelek untuk masyarakat.

1. Persaingan (Competition)
Persaingan merupakan proses sosial yang ditandai adanya saling berlomba atau bersaing antarindividu atau antarkelompok tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan untuk mengejar suatu nilai tertentu agar lebih maju, lebih baik, atau lebih kuat.

Persaingan mempunyai dua bentuk yaitu personal competition dan impersonal competition. Personal competition menunjuk pada persaingan antara individu dengan individu lainnya. Sedangkan impersonal competition mengacu pada persaingan yang tidak melibatkan satu per satu individu.

Gillin dan Gillin seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) memberikan empat fungsi persaingan, yaitu:
  • Sebagai penyalur keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetisi,
  • Sebagai cara agar nilai-nilai dan sesuatu yang terbatas dapat diperebutkan secara baik,
  • Sebagai alat untuk mengadakan seleksi, serta
  • Sebagai alat untuk menyaring warga dalam mengerjakan tugas-tugas sehingga terjadi pembagian tugas.

2. Kontravensi (Contravention)
Kontravensi adalah suatu sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan kelompok lain. Leopold von Wiese dan Howard Becker seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) menyebut empat subproses kontravensi, yaitu:
  • Proses yang Umum Terjadi seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan perbuatan mengacaukan rencana pihak lain.
  • Proses yang Sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki orang lain, penolakan melalui surat selebaran, memfitnah, dan sebagainya.
  • Proses yang Intensif seperti perbuatan berkhianat, mengumumkan rahasia pihak
  • lain, dan sebagainya.
  • Proses yang Bersifat Taktis Perbuatan seperti memprovokasi, intimidasi, mengejutkan lawan, membingungkan pihak lain, dan sebagainya.

3. Pertentangan (Conflict)
Pertentangan adalah suatu proses sosial dalam rangka memenuhi tujuan individu atau kelompok dengan cara menentang pihak lain yang disertai ancaman atau kekerasan. Konflik merupakan bentuk interaksi sosial yang negatif. Contohnya, pertentangan antarkampung yang menggunakan kekerasan. Menurut Soerjono Soekanto (1989) sebab-sebab terjadinya
pertentangan sebagai berikut.
  • Perbedaan antarindividu, seperti perbedaan pemikiran, pendirian, ideologi, kepentingan, dan lain-lain.
  • Perbedaan kebudayaan, seperti adanya perasaan yang menganggap kebudayaannya yang paling unggul dan meremehkan kebudayaan lain dapat memicu perbedaan kebudayaan.
  • Perbedaan kepentingan, seperti pertentangan antara eksekutif (pemerintah) dengan legislatif (DPR) adalah contoh nyata perbedaan kepentingan.
  • Perubahan sosial. Pergeseran nilai dan norma sosial merupakan bentuk perubahan sosial. Apabila perubahan sosial itu berlangsung sangat cepat dapat menimbulkan pertentangan antarkelompok.